Maquraamesir.com-Pada suatu titik
tertentu dalam hidup, manusia akan menyadari suatu hal dan harus memilih, akan
berada dimana dan seperti apa. Hal itu akan datang seiring dengan perjalanan
dan pengalaman hidup yang silih berganti datang mewarnai hidup kita.
Abu Bakar Ash-Shidiq,
hafiz ke-78 MAQURAA menyampaikan hal tersebut ketika sesi sharing dalam
Khataman Hafalan Alquran 30 Juz Qira’at Ashim Riwayat Hafs yang diselenggarakan
di Rumah MAQURAA VI, Abbas El-Akkad, Kairo, Sabtu (8/12).
Di hadapan
mahasantri MAQURAA, Abu Bakar atau yang akrab dipanggil Abbas bercerita
perjalanannya menghafal Alquran. Sejak kecil ia telah berada dalam lingkungan
Alquran. Orangtua Abbas menyekolahkannya di Sekolah Dasar (SD) Yanbu’ul Qur’an
di Kudus, Jawa Tengah, salah satu SD yang terkenal dengan tahfiz Alquran.
Diusianya yang 10 tahun, ia berhasil menghatamkan hafalan Alquran pertamanya
“Namun saya cukup
menyesal. Setelah lulus SD, hafalan saya tidak saya ulang-ulang bahkan sampai
lulus SMA,” ujar Abbas mengenang kisahnya.
Tahun 2013, Abbas melanjutkan
studinya di Universitas Al-Azhar Mesir. Di negeri para nabi tersebut, ia hendak
mendalami ilmu agama sampai seluk beluknya. Namun di masa awal, keinginan untuk
kembali mengulang hafalan Alqurannya belum begitu besar. Kesadaran itu muncul
ketika ia menyempatkan pulang ke tanah air.
“Saat itu tahun
2016. Saya pulang ke Indonesia dan ketika berhadapan dengan masyarakat, seolah
saya belum memiliki apa-apa,” terangnya. Ia lalu mencoba berfikir, hal apa yang
ada di Mesir namun tidak banyak di Indonesia.
Ada
dua hal terlintas di benak Abbas. Agar dapat lebih maksimal mengabdi kepada
masyarakat, ia harus memaksimalkan adanya talaqqi (pengajian bersama masyaikh)
dan tahfiz Alquran bersanad yang memang sangat banyak dan mudah ditemui di
Mesir.
Di
samping itu, ia menyadari waktunya tidak lagi banyak. Untuk memperoleh keduanya
dengan maksimal memang bukan hal mustahil. Tetapi akan membutuhkan waktu yang lama.
Dalam usahanya
mencari jawaban atas kegelisahan tersebut, ayah Abbas memberikan masukan. “Nak,
penghafal Alquran di Indonesia itu banyak. Namun masih sedikit dari mereka yang
memiliki sanad,”
Pada titik ini,
Abbas merasa memang harus memilih. Karena Alquran merupakan sumber dan induk
dari agama Islam, maka ia memutuskan untuk fokus mengejar tahfiz disamping ia
pernah menghafalkannya ketika kecil. Selain itu, hafal Alquran juga merupakan
keniscayaan bagi para penuntut ilmu syar’i. Untuk mewujudkannya, Abbas memilih
MAQURAA sebagai tempat menyetorkan dan memurajaah hafalannya.
“Rasanya seperti
memulai dari awal. Tidak mudah dan memang butuh waktu yang lama. Namun saya
mencoba untuk menikmati proses yang ada,” kata mahasantri non-mukim asal
Jakarta tersebut.
Pada 8 Desember
lalu, akhirnya Abbas dapat menyelesaikan proses yang cukup panjang tersebut. Ia
telah menyelesaikan hafalan Alquran 30 juznya dan mencatat namanya sebagai
hafiz ke-75 MAQURAA. Dalam sambutannya ia berterimakasih kepada Direktur
MAQURAA dan para muhafidz yang bersedia membantu dan meluangkan waktu
untuk menyimaknya.
“Sanad memang bukan
niat kita, itu hanya salah satu tujuan saja dan bukan tujuan akhir. Tujuan
utama kita ialah agar senantiasa dapat selalu membersamai Alquran,” pesan
Abbas.
Di penghujung
acara, Direktur MAQURAA Ustaz H. Arief Wardhani, Lc., M.Hum juga memberikan
pesan kepada para mahasantri lainnya. “Seorang penghafal Alquran harus jujur
bahwa setiap hari kualitas hafalannya terancam. Harus terus diputar dan
dimuraja’ah karena menghafal Alquran bukan perkara pintar atau bodoh, namun
kesungguhan atau kemalasan kita dalam menjaga kalamNya”.
(HidanulA/Red.)
Post a Comment